BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era globalisasi banyak berpengaruh pada kehidupan seorang muslim, sadar atau tidak sadar mereka terseret ke dalam arusnya. Sehingga dijumpai banyak orang menyatakan: "Yang haram aja susah apalagi yang halal." Satu ungkapan yang menggambarkan rendahnya kondisi keimanan dan keyakinan mereka terhadap rahmat dan rizki Allah. Padahal Allah dan Rasulullah Saw telah menegaskan dengan sangat tandas sekali bahwa Allah akan mencukupkan rizki mereka dan tidak membebankan hal itu kepada pundak mereka.
Di kalangan umat islam, permasalahan makanan masih dianggap sebagai sesuatu yang sekuler. Tidak jarang sebagian dari kita menempatkan makanan sebagai sesuatu persoalan yang dianggap tabu untuk dibicarakan. Mungkin baru atau mulai bicara masalah ini saja sudah mendapat reaksi yang kurang baik. Bahkan pada tataran tertentu justru mendapat celaan yang cukup menyakitkan, seperti: “menjadi orang kok, makanan saja yang dibicarakan!” dan lain sebagainya.
Pandangan masyarakat terhadap masalah makanan sebagaimana di atas boleh jadi benar adanya. Karena, selama ini banyak dari para ulama, kyai, ustadz, guru dan lain-lain melihat makanan lebih pada tinjauan yang kurang proporsional. Bahkan, makanan sering “dilawankan dengan pentingnya menjaga kebersihan diri dengan puasa yang bisa mengantarkan pelakunya sebagai pribadi yang suci. Tidak jarang orang yang sering membicarakan masalah makanan dijuluki “Abdul Butun” alias abdi perut, sedangkan orang yang sering puasa dijuluki “Ahli Tirakat” karena selalu mengosongkan perutnya. Kalau pun menyinggung masalah makanan hanya ditekankan pada perlunya mencari makanan yang halal atau etika menyantapnya, seperti sebelum makan membaca “basmalah” dan mengakhirinya dengan “hamdalah”, bukan pada kajian ‘apa makna di balik makanan halal’ atau ‘apa hubungan antara makanan yang halal atau yang thayyibah (bergizi) dengan kesehatan jasmani dan kesucian rohani’. Oleh karena itu, kajian terhadap dalil-dalil yang berkaitan dengan makanan pun seringkali hanya pada kulitnya (makna zahir) saja. Sedangkan tinjauan non-zahiri belum atau tidak disentuh secara utuh. Maka tidak heran kalau umat islam Indonesia khususnya mudah sekali menyerbu restoran yang menyediakan makanan cepat saji yang berasal dari Amerika. Padahal makanan model seperti itu di negeri asalnya sudah mulai dibatasi, karena dianggap penyuplai lemak atau kolesterol terbesar.
Padahal, islam melihat makanan sebagai faktor yang amat penting dalam kehidupan manusia, di samping ibadah-ibadah yang lain. Karena makanan mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jasmani dan rohani manusia. Maka dari itu di dalam ajaran islam banyak peraturan yang berkaitan dengan “makanan”, dari mulai mengatur makanan yang halal dan haram, etika makan, sampai mengatur idealitas kuantitas makanan di dalam perut. Salah satu peraturan yang terpenting adalah larangan mengkonsumsi makanan atau minuman yang haram. Mengkonsumsi yang haram, atau yang belum diketahui kehalalannya akan berakibat serius, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Kalau diteliti secara seksama, lebih dari tiga puluh ayat al-Quran menyebut “perintah” pentingnya umat islam menjaga dan memperhatikan makanannya. Belum lagi didukung oleh hadits-hadits Nabi yang mengupas persoalan tersebut, baik yang menyangkut substansi (zat) produk maupun cara memperolehnya. Berkaitan dengan pentingnya memperhatikan produk makanan, dalam sebuah hadistnya, Nabi sendiri pernah memberikan pelajaran bagi umat islam bagaimana caranya agar seorang dengan system auditing makanan yang akan dijual. Semangat yang bisa kita ambil pelajaran dari Nabi adalah bagaimana antara produsen makanan dan konsumennya harus saling memberikan perlindungan terhadap makanan yang akan dikonsumsi. Lebih-lebih masalah ini menjadi persoalan yang sangat krusial di tengah pesatnya teknologi pangan, yaitu produsen makanan tidak transparan dengan konsumen muslim yang senantiasa dituntut oleh ajarannya agar selalu memperhatikan makanannya.
Oleh karena itu, saya tertarik dan termotivasi untuk menganalisis buku ini. Tulisan ini bermaksud untuk mengupas dan memajukan pola pikir kita mengenai konsep makanan yang halal dan yang haram dalam islam ditinjau dari aspek zahiri dan lahiri menjadi penting. Karena selama ini, umat islam hanya tahu apa yang halal itulah yang harus dimakan, padahal konsep islam tidak sesederhana itu. Maka, sangat disarankan bagi seorang muslim untuk memahami konsep makanan dalam islam, agar di tengah budaya konsumerisme ini umat islam lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan, agar peribadatan kita dapat berjalan dengan baik tanpa halangan suatu apa pun. Karena sekarang ini sangat banyak makanan yang masih kabur kehalalannya, atau masih dipandang halal disebabkan kajian lahirnya saja padahal mengandung dampak yang serius.
B. Identitas Buku
Buku ini berjudul “Bahaya Makanan Haram, Bagi Kesehatan Jasmani dan Kesucian Rohani”. Penulis bernama Thobieb Al-Asyhar. Buku ini di edit oleh seorang editor bernama Ahmad Zubaidi. Sampul buku dan tata letak tulisan dan gambar yang ada di buku ini diatur oleh H. Saifuddin Aman, MBA. Buku ini merupakan cetakan pertama yang diterbitkan oleh PT. Al-Mawardi Prima, jalan Buncit Raya Pulo No. 5 Jakarta 12740, pada bulan Oktober tahun 2002.
Buku ini ditampilkan melalui media kertas dengan jenis dokumennya berupa buku teks. Buku ini berjumlah 228 halaman, dan memiliki keyword Halal-Haram, Industri Makanan. Buku ini bertema “Konsep makanan yang halal dan yang haram dalam islam ditinjau dari aspek zahiri dan lahiri”. Buku ini dapat diperoleh secara asli di perpustakaan Ditjen IKM. Selain itu, buku ini pun dilengkapi dengan pengantar yang disampaikan oleh Bapak Prof. KH. Ali Yafie, sebagai penasihat Majelis Ulama Indonesia, dan Ibu Prof. Dr. Hj. Aisyah Girindra, sebagai ketua LP-POM MUI.
C. Fokus Buku
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan masalah yang dirinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut.
1. Bagaimana dampak budaya global yang serba modern dan teknologis bagi kehidupan manusia di seluruh negara yang ada di belahan bumi, terutama di negara-negara muslim?
2. Mengapa banyak terjadi kasus-kasus penipuan makanan, obatan-obatan, dan lain-lain yang sangat merugikan para konsumen?
3. Bagaimana makanan menjadi faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi munculnya berbagai jenis penyakit?
4. Mengapa makanan bukan hanya sebagai persoalan dunia, tetapi juga sebagai ibadah?
5. Bagaimana makanan dapat mempengaruhi berbagai bentuk perilaku seseorang?
6. Bagaimana masalah pemakaian sertifikasi halal pada produk makanan?
7. Apakah label halal dapat melindungi konsumen muslim dari berbagai kasus penipuan makanan?
8. Bagaimana pentingnya memakan makanan yang halal dan bergizi?
9. Bagaimana manfaat mengkonsumsi makanan yang halal bagi kesehatan, keimanan, dan perilaku manusia?
10. Bagaimana bahaya makanan yang diperoleh dari cara yang haram?
11. Bagaimana hikmah dan manfaat yang terkandung di balik semua aturan dan ketentuan Allah?
BAB II
BAHAYA MAKANAN HARAM
“Bagi Kesehatan Jasmani dan Kesucian Rohani”
Oleh : Thobieb Al-Asyhar
A. Dampak Budaya Global yang Serba Modern dan Teknologis
Keadaan dunia yang semakin modern dan serba teknologis atau yang biasa dikatakan dengan era teknologi, telah membuat manusia semakin mudah untuk menggapai keinginan-keinginannya dengan bantuan teknologi, khususnya teknologi telekomunikasi, seperti televisi, radio, internet, telepon, faksimili, SMS, dan lain-lain. Karena semua kegiatan menjadi begitu mudah untuk dicapai, maka bukanlah hal yang sulit untuk memindahkan atau bertukar budaya. Berkomunikasi dengan manusia di belahan bumi lain bisa dilakukan secara langsung. Apa yang menjadi trend di belahan bumi utara bisa saja dalam sekejap langsung diikuti oleh orang-orang yang berada di belahan bumi selatan.Yang menjadi masalah adalah bagaimana akibatnya jika pertukaran trend itu diserap mentah-mentah, tanpa adanya penyaringan terlebih dahulu oleh pihak penerima? Dampak percepatan perubahan budaya global (global lifestyle) yang membawa dunia pada The Boundless of The World (dunia tanpa batas) itu akan berimbas pada semua peradaban di belahan bumi mana pun dan merambah dengan begitu cepat di hampir semua aspek kehidupan, tak terkecuali di negara-negara muslim sekali pun.
Budaya global yang mengalami perkembangan amat dahsyat adalah makanan (food), pakaian (fashion), dan hiburan (fun). Khusus pada budaya makan dan minum telah menjadi varian yang cukup menonjol di lingkungan masyarakat kita, terutama umat islam. Budaya makan dan minum sudah mulai tercabut dari nilai-nilai asasi yang seharusnya, yaitu untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat biologis dalam rangka menjalani kehidupan di dunia.
Pada zaman sekarang, banyak orang yang sudah tidak peduli dengan masalah halal dan haramnya makanan yang mereka konsumsi. Orang-orang hanya cenderung memperhatikan rasa dan trendnya saja. Kebanyakan dari mereka lebih percaya terhadap konsep higienisasi makanan, dan mereka menganggap bahwa makanan apapun asal higienis dan tidak mengandung racun dapat dimakan. Padahal semua itu tidak cukup, seharusnya kita pun mesti menjaga kehalalan dan gizinya. Alquran telah memberikan konsep yang seimbang, yaitu “halalan thayyiban” yang bermakna makanan halal dan baik (bergizi).
Sekarang ini, apa yang kita lihat dan rasakan sekarang, makan dan minum telah memasuki wilayah global lifestyle yang menjadi bagian dalam hidup modern. Apa yang dibeli, dimakan dan diminum hanya menjadi ilusi yang tidak tahu kapan akan berhenti mengalami perkembangan. Makanan yang dimakan dan minuman yang diminum bukan lagi menjadi kebutuhan mendasar manusia. Akan tetapi telah merambah pada jaring-jaring persepsi budaya yang tidak jelas akan pijakannya.
Bila manusia modern berani mengartikulasikan konsepnya tentang surga, dia akan menggambarkannya sebagai suatu keadaan yang mirip seperti mal, pasar swalayan, restoran, kafe, atau apapun namanya yang tersedia dengan segala macam makanan dan minuman yang dianggapnya mencerminkan trend modern dengan rupa dan jenisnya yang serba kini, seperti pizza, hamburger, steak, orange juice, coca cola, sprite, fanta, dan masih banyak lagi yang lainnya. Semua jenis makanan itu dijadikan simbol kemapaman seseorang dalam menjalani hidup ini, yaitu terlihat dengan gaya makanan dan minumannya. Sudah pasti dia akan melengkapi konsepnya itu dengan keinginan yang kuat agar dia tetap bisa tetap mengikuti dan mampu membelinya. Mungkin konsep gaya makan dan minumnya itu bisa disederhanakan dalam bahasa yang lugas dengan “tidak perlu kenyang, yang penting gaya!”. Dan sebaliknya, orang akan menganggap “kampungan” atau apalah namanya jika kita tidak pernah makan atau tidak mampu membelinya.
Yang lebih parah lagi, kecenderungan gaya makan dan minum trendi dibarengi dengan keinginan dan harapan bisa menambah kebugaran dan vitalitas yang tinggi. Caranya adalah dengan menambah makanan atau minuman tambahan (suplemen), seperti energy drink, capsul action dan lain-lain. Bahkan, dengan dalih pengobatan atau menambah stamina, banyak orang yang mulai mengkonsumsi minuman atau daging binatang yang diharamkan, seperti daging anjing, monyet, ular kobra, tikus, kalajengking, cicak serta berbagai reptil ataupun binatang buas lainnya.
Kondisi di atas merupakan fenomena yang sebenarnya tidak selalu berbanding lurus dengan tatanan nilai budaya lokal dan norma agama yang kita anut. Hanya manusialah yang dapat merasakan bosan, jenuh, mengeluh dalam “gumaman” panjang lebar, rasa terasing, merasakan dirinya ditendang dari surga, dan merasa ditolak oleh sesamanya sesuai kehidupan modern yang bersifat rutin, dan gambaran akan masalah-masalah dasar mengenai eksistensi manusia. Oleh karena itu, kita sebagai manusia beragama yang mempunyai pijakan-pijakan yang didasarkan pada wahyu, hendaknya kita selalu waspada akan semua rangkaian tipu daya kehidupan dunia. Ada sebuah hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, yang artinya sebagai berikut:
“Kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk ke lubang biawak sekalipun, niscaya kamu ikut memasukinya pula. Para sahabat lantas bertanya ; Siapakah “mereka” yang baginda maksudkan itu, ya Rasulullah? Beliau pun menjawab: Orang-orang Yahudi dan Nasrani.” (HR. Bukhari)
Dan hadist lain menegaskan ; “Barang siapa bertasyabbuh, yakni meniru-niru tingkah laku suatu kaum, maka dia tergolong dari mereka (yakni termasuk ke dalam kelompok kaum yang ditirunya)”. (HR. Imam Ahmad dan Abu Daud)
Maksud dari hadist-hadist tesebut adalah hendaknya kita tidak selalu mengikuti trend yang populer di lingkungan kita, kalau kita belum tahu persis, apakah hal tersebut sesuai dengan prinsip ajaran islam atau tidak, khususnya dalam gaya hidup makan dan minum? Sebagaimana pula hadist Rasulullah yang kedua, bahwa jika seseorang meniru perilaku orang-orang Yahudi dan Nasrani dengan segala adat dan kebiasaan yang melanggar ajaran Rasul, berarti dia termasuk golongan tersebut. Dan jika telah datang sebelum dia sadar akan kesalahan-kesalahannya.
B. Kasus-kasus Penipuan Makanan
Pernah ada anggapan bahwa dengan mayoritas muslim penduduk Indonesia, maka masalah konsumsi pangan pasti terjamin kehalalannya. Anggapan seperti ini diistilahkan oleh Dr. Ir. Amin Aziz (salah satu pendiri LP POM MUI) sebagai fallasi semu atau anggapan semu yang salah. Artinya, jaminan tersebut ternyata tidak terjadi dengan sendirinya tanpa ada sistem dan peraturan yang mendukungnya.
Sistem tersebut termasuk di dalamnya tingkat kesadaran dari konsumen dan produsen. Di Malaysia, masalah halal menjadi tanggung jawab pemerintah, yaitu bahagian hal ehwal islam. Dan masyarakatnya pun mendukungnya melalui kesadaran yang tinggi akan pentingnya mengkonsumsi makanan halal. Sementara di Singapura, negara yang muslimnya minoritas itu mampu menjadi salah satu pelopor perdagangan “halal food” di Asean, melalui MUIS (Majelis Ugama Islam Singapore).
Lalu bagaimana dengan Indonesia, Negara yang paling kita cintai? Ternyata tidak demikian adanya. Penduduk muslim Indonesia sejak berdirinya negeri ini sampai sekarang, terlalu sering menjadi objek permainan perdagangan bagi para kapitalis yang hanya mementingkan pihak mereka dan tanpa memikirkan perasaan keberagaman mayoritas penduduknya. Muslim Indonesia sudah lama kehilangan pijakan dalam menentukan kehalalan makanan atau minuman yang akan dikonsumsi.
Sudah banyak peristiwa dan kasus yang terjadi berkaitan dengan penipuan terhadap hak-hak konsumen muslim yang paling asasi. Kasus-kasus penipuan tersebut, antara lain sebagai berikut.
1. Heboh Lemak Babi
Sekitar tahun 1980-an, ada sebuah penelitian ilmiah yang dilakukan oleh seorang ahli teknologi pangan dari Universitas Brawijaya, Malang, bernama Ir. Tri Susanto, M.App, yang menyoroti adanya kandungan lemak babi dalam beberapa jenis makanan. Dari hasil penelitian tersebut, terungkaplah sekitar 34 item produk makanan yang terbukti secara ilmiah memiliki kandungan lemak babi.
Dalam perkembangannya, isu daftar produk berkandungan lemak babi itu meluas menjadi ratusan item. Bahkan melebar pada produk-produk yang sebenarnya tidak mengandung lemak haram tersebut, seperti produk pasta gigi, sabun mandi, sabun cuci dan lain sebagainya. Produk-produk yang terkena imbas isu “lemak babi” diboikot masyarakat konsumen muslim. Angka penjualan menurun drastis. Akibatnya, tidak hanya secara mikro, tapi juga secara makro ekonomi nasional menjadi sangat terguncang.
Umat islam Indonesia terkena getahnya. Maunya berhati-hati, tapi kemudian malah jadi korban permainan bisnis para produsen yang tidak bertanggung jawab dan isu “lemak babi” yang tidak berujung. Perekonomian terancam hancur, dan masyarakat dalam menggunakan produk apapun menjadi tidak tenang.
Isu tersebut menjadi kali pertama umat islam disadarkan akan hak-haknya yang sudah lama dilupakan. Pada momen itulah kemudian lahir Lembaga Pengkajian Pangan, Obata-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP POM MUI).
2. Heboh Permen Narkoba
Ini kejadian yang belum lama mengemuka di masyarakat. Bermula dari adanya produk “baru” sejenis permen, dan belakangan juga pulpen, yang harganya murah dan dapat dengan mudah ditemui dijajakan oleh pedagang asongan.
Permen yang berwarna-warni ini dikenali dari wanginya yang agak menusuk dan warnanya terang. Efek pertama yang dirasakan setelah makan permen ini adalah rasa enak dan kemudian ketagihan. Pada tahap lanjut, bahkan dapat membuat yang memakannya pusing, mabuk, dan mual. Gejalanya hampir sama dengan orang yang sedang sakaw (ketagihan yang diakibatkan karena konsumsi narkoba).
Penyelidikan yang dilakukan oleh lembaga berwenang, ternyata membuktikan bahwa permen dan juga pulpen tersebut memang benar mengandung narkoba.
3. Heboh Daging Babi
Bulan Ramadhan tahun 2002 di Jakarta ditandai dengan sempat turunnya angka penjualan daging sapi, terutama di pasar-pasar tradisional. Pasalnya adalah, adanya temuan tercampurnya daging babi di beberapa tempat penjualan sapi. Bukan karena faktor ketidaksengajaan, hal ini diduga keras karena ada motif kesengajaan oleh kelompok-kelompok tertentu yang ingin menganggu ketentraman ibadah puasa umat islam.
Daging babi sengaja diselundupkan atau disusupkan di antara daging sapi. Biasanya dengan menyatukan tumpukan daging-daging tersebut, atau dengan mensejajarkan letak daging-daging tersebut. Bagi konsumen yang tidak atau kurang teliti, sangat mungkin terjadi salah membeli. Apalagi bagi konsumen yang memang tidak tahu perbedaan antara keduanya.
Kasus yang paling heboh terjadi di Palembang. Pada saat itu, daging babi di sana “dicap” sebagai daging sapi. Daging haram tersebut mulai beredar menjelang Ramadhan tahun 1994. Tiga instansi pemerintah pada masa itu yang sudah pasti “terjerat babi” adalah Dinas Perkebunan Tk I Sumsel, Kanwil Pertanian Sumsel, dan Kanwil Koperasi Sumsel. Diduga hal yang sama juga terjadi di instansi lain atau di pasar tradisional.
Konsumen muslim di instansi-instansi tersebut tidak ada yang curiga, karena daging murah itu tampak sedikit berbeda dengan wujud daging sapi. Daging babi yang ditawarkan memang bukan dari babi piaraan, melainkan dari babi hutan yang berbeda sedikit saja dengan daging sapi, dan harganya murah pula.
4. Geger Ajinomoto
Di awal tahun 2001 negeri kita diguncang isu dahsyat berkaitan produknya dianggap oleh LP POM MUI dan YLKI mengandung unsur babi. Konsumen resah, dan umat islam pun merasa ditipu oleh perusahaan tersebut yang sudah puluhan tahun dipercayainya.
Dalam masalah ini, sebetulnya yang dipersoalkan adalah porcine (enzim dari babi) yang digunakan dalam salah satu rangkaian produksinya, tepatnya adalah salah satu nutrient media untuk pertumbuhan mikroba. Pada proses-proses bioteknologi yang melibatkan mikroba, semua media (mengandung nutrient untuk pertumbuhan mikroba) bercampur dengan mikroba dan produk yang dihasilkan. Pada waktu membuat starter, jika salah satu nutrientnya mengandung komponen turunan babi maka starter tersebut akan bercampur dengan komponen tersebut. Starter yang di dalamnya terikut komponen haram ini kemudian digunakan untuk memproduksi MSG. MSG yang diperoleh kemudian dipisahkan dan dimurnikan.
Sebenarnya, di LP POM MUI terjadi perdebatan seru mengenai hal ini, tetapi akhirnya persoalan dibawa ke komisi fatwa MUI dan diputuskan di sana. Dan fatwa MUI juga sejalan dengan pendapat Moslem Scholar dari IFANCA (organisasi sertifikasi halal terbesar di USA) yaitu Dr. Muhammad Munir Chaudry, yaitu produk bioteknologi akan halal apabila dalam rangkaian produksinya menggunakan bahan-bahan yang halal, termasuk media dan nutrient mikrobanya. Sebenarnya dua tahun yang lalu sejak kasus itu, MSG yang diroduksi oleh Ajinomoto Indonesia dinyatakan halal dan telah mendapatkan sertifikat Halal dari MUI. Dengan dasar sertifikat halal dari MUI itulah Ajinomoto Indonesia dapat mengajukan pencantuman label halal ke Ditjen POM Depkes (yang berwenang dalam masalah pelabelan produk pangan jad adalah Depkes, bukan MUI). Masalahnya, pada 6 bulan terakhir saat itu pihak Ajinomoto mengubah salah satu ingredien yang digunakan untuk produksi dengan ingredien yang bermasalah tanpa melaporkan ke LP POM MUI. Dalam perjanjian yang ditandatangani oleh pihak Ajinomoto, apabila terjad perubahan maka harus melaporkan ke LP POM MUI sebagai pihak yang memeriksa kehalalannya untuk dievaluasi terus kehalalannya.
5. Kasus Kratingdaeng
Kratingdaeng sudah lama dikenal di masyarakat sebagai salah satu minuman suplemen penambah energi. Peran iklan yang gencar di berbagai media massa diakui sebagai salah satu penunjang keberhasilan pemasaran produk ini. Meskipun cukup banyak saingannya, produk ini termasuk yang terbesar. Dalam produksi minuman suplemen penambah energi ada pembatasan mengenai jumlah kandungan kafein yang diizinkan oleh Depkes RI, yaitu 50 mg maksimal. Hal itu dimaksudkan agar kandungan kafein tersebut tidak berbalik membahayakan tubuh, terutama fungsi syaraf. Penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) ternyata menunjukkan bahwa produk kratingdaeng memiliki kandungan kafein lebih dari 50 mg, yaitu 80 mg. Tentu saja hal ini sangat membahayakan bagi konsumen.
6. “Bonus” Ayam Bangkai
Rantai perdagangan dan pemasaran ayam potong di Indonesia yang sebagian besar masih melalui tangan distributor, dapat menyebabkan kematian sang ayam terjadi sebelum disembelih. Apalagi ditambah dengan sarana penampungan, penanganan, dan transportasi yang kurang memadai.
Adanya ayam bangkai yang terselip di antara ayam hidup memang jadi dilema bagi para pedagang ayam. Akhirnya banyak para pedagang ayam yang mengambil jalan pintas. Caranya, dengan menyatukan ayam bangkai dengan ayam hidup. Ketika menyembelih, mereka pura-pura tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Oleh karena itu, kita sebagai konsumen harus cermat dalam melihat keaslian ayam yang disembelih secara wajar dengan ayam bangkai, berikut ciri-ciri masing agar kita mudah untuk membedakan antara keduanya.
Keterangan Ayam Normal Ayam Bangkai
Warna Normal, merah-muda-putih merata pada semua bagian Merah tua, cenderung hitam tidak merata, terpusat pada bagian tertentu (terutama pada sayap)
Tekstur Normal, kenyal Lembek, kulit gampang terkelupas
Aroma Normal Berbeda dari ayam normal, agak keras atau berbau menusuk
Sendi/Tulang Saat dipotong bersih Saat dipotong keluar gumpalan darah
7. Bakso Tetangga Babi
Ini tentang sebuah pasar di daerah Bogor. Di sana terdapat sebuah tempat penggilingan bakso, sapi, tentu yang konon merupakan pusat penggilingan daging bagi para pedagang bakso untuk daerah Bogor dan sekitarnya. Menurut para pekerjanya, semua daging yang digiling di situ adalah daging sapi. Bila ada daging babi yang masuk, mereka akan menolaknya.Tapi tak jauh dari lokasi penggilingan, hanya sekitar 5 meter saja, terdapat ruangan terpisah dengan pintu bertuliskan “di sini jual BABI”. Unruk mencapai tempat penggilingan bakso itu, mau tidak mau, orang harus melewati depan ruangan babi. Bukan tidak mungkin, ada kotoran atau sisa-sisa si babi yang terbawa. Selain itu, orang pun dapat saja menyangka bahwa tempat penggilingan bakso dan jualan babi masih satu ruangan.
8. Bakso Cap Babi
Kasus ini terjadi di sebuah pasar tradisional yang terdapat di Yogyakarta. Di sana ada seorang pedagang yang selalu ramai dikerubuti pembeli. Ternyata orang-orang itu sedang berebut membeli daging babi. Dan mereka-mereka itu adalah para pedagang bakso keliling.
9. Sate Babi di Warung Nasi Rames
Di sebuah warung nasi rames sederhana yang berada di Semarang, ternyata menjual sate daging babi. Kasus ini pernah dialami oleh auditor LP POM MUI yang kebetulan sedang berdinas di Semarang.
10. Satu Pisau, Dua Jenis Daging
Kasus ini dialami oleh seorang ibu rumah tangga yang sedang belanja di sebuah swalayan di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Ia melihat daging sapi segar di etalase kaca. Terpisah namun namun tepat di sebelahnya adalah etalase daging babi. Ketika meminta si pramuniaga memotongkan sapi untuknya, tiba-tiba si ibu urung membelinya, karena ternyata pisau yang digunakan si pramuniaga untuk memotong sapi adalah pisau yang juga digunakan untuk memotong daging babi, yang dilihat sendiri oleh si ibu.
11. Makanan Kaleng
Bagi penduduk metropolitan yang serba sibuk dan tak punya banyak waktu, makanan yang cepat saji dan praktis seringkali jadi pilihan utama. Namun, adakalanya kita tidak cukup jeli dan teliti mencermati aspek halal dan Thayyib dari produk daging dan sayur olahan hasil teknologi tinggi tersebut.
12. Keju dan Titik Kritisnya
Keju adalah bahan makanan yang tidak hanya padat gizi dan kaya protein, namun juga rasanya yang lezat dan dapat dengan mudah dikreasikan menjadi berbagai macam makanan dan kue. Tapi sekarang ini, dalam proses pembuatan keju, banyak yang menggunakan rennet (enzim yang digunakan sebagai pemecah protein) dari lambung babi, karena sumber rennet dari lambung anak sapi mulai sulit di dapat. Bahkan ada penelitian yang menyebutkan bahwa rennet dengan mutu terbaik dihasilkan dari babi 50% dan dicampur lambung anak sapi 50%. Selain itu, yang cukup prospektif dan halal adalah penggunaan rennet dari mikroba. Menyikapi hal ini, yang kita perlukan adalah sikap teliti, dan tentu saja perlu terus mencari informasi tentang pabrik-pabrik pembuatan rennet yang halal dan baik.
C. Makanan Sebagai Faktor yang Paling Dominan dalam Mempengaruhi Munculnya Berbagai Jenis Penyakit
Banyak orang sering salah paham perihal yang haram dengan yang sehat, misalnya dalam soal kolesterol. Orang selalu mengidentikkan zat ini dengan unsur yang tidak sehat, tapi dia dihalalkan islam. Masalahnya, bukan terletak pada kolesterol itu sendiri, tapi bagaimana orang mengkonsumsinya. Padahal dalam tinjauan kesehatan, kolesterol itu baik jika dikonsumsi secara proporsional. Dan dia jadi tidak sehat jika dikonsumsi secara berlebihan, bahkan bisa mengganggu kesehatan.
Makanan merupakan faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi terhadap hampir semua jenis penyakit yang diderita oleh seseorang. Faktor penyebab yang ditimbulkannya menduduki sampai pada 90%. Adapun beberapa kasus atau penyakit dalam kategori besar yang lebih disebabkan karena faktor makanan, antara lain sebagai berikut.
1. Penyakit jantung dan stroke
2. Penyaki kencing manis
3. Penyakit kanker
Mengingat di Indonesia, masalah makanan belum mendapat perhatian yang serius dari pemerintah, maka kita harus mengontrol sendiri makanan yang akan kita konsumsi. Sulit memang, tetapi itulah yang harus dilakukan jika kita ingin hidup sehat.
D. Makanan Menjadi Amal Ibadah
Sebagai manusia yang diciptakan oleh Tuhan yang tidak hanya mempunyai nafsu, tetapi juga akal, hendaknya kita dalam memenuhi kebutuhan biologis (makan dan minum) harus dengan tata cara dan budaya yang sesuai dengan harkat kemanusiaannya. Lebih-lebih sebagai muslim, makan dan minum tentu harus pula mengikuti kaidah-kaidah islami, agar pemenuhan kebutuhan ini memperoleh multiguna, yaitu terpenuhinya kebutuhan biologis-badan selamat, terhindar dari penyakit akibat salah makan atau over dosis (kelebihan makan) sekaligus berfungsi sebagai aktivitas ibadah yang diridhai Allah.
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa ajaran islam tidak menganggap persoalan makan hanya sebagai persoalan dunia, tetapi juga sebagai ibadah. Hal ini tergantung motivasi dari motivasi pada manusianya sendiri. Allah SWT berfirman :
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan mereka beribadah kepada-Ku” (Q.S Adz-Dzariyat : 56)
Dengan demikian, untuk mencapai hasil yang multiguna, orang yang beriman tidak boleh mengikuti kaum kafirin dalam segala aspek kehidupannya.
E. Makanan Dapat Mempengaruhi Berbagai Bentuk Perilaku Seseorang
Dalam islam, makanan merupakan tolak ukur dari segala cerminan penilaian awal yang bisa mempengaruhi berbagai bentuk perilaku seseorang. Makanan bagi umat islam tidak hanya sekedar sarana pemenuhan bagian dari kebutuhan secara lahiriyah, tapi juga kebutuhan spiritual yang mutlak Menurut pandangan Prof. KH. Ibrahim Hoesein, bahwa halal-haram bukanlah persoalan sederhana yang dapat diabaikan, melainkan masalah yang amat penting dan mendapat perhatian dari ajaran agama secara umum. Karena, masalah ini tidak hanya menyangkut hubungan antar sesama manusia, tapi juga hubungan manusia dengan Tuhan.
F. Pemakaian Sertifikasi Halal Pada Produk Makanan
Keinginan mengenai pemakaian sertifikat halal di Indonesia mulai muncul karena disebabkan oleh keadaan umat islam Indonesia yang sudah terlalu sering dijadikan bulan-bulanan oleh para produsen makanan. Bahan pangan yang setiap harinya dikonsumsi ternyata tidak sepenuhnya terjamin akan kehalalannya. Ide itu berawal dari hasil penelitian Dr. Ir. Tri Sutanto, dosen teknologi pangan pada Universitas Brawijaya (UNBRAW) Malang. Di dalam Bulletin Canopy (Januari, 1998), yang diterbitkan oleh Senat Mahasiswa Fakultas Peternakan UNBRAW, dimuat penemuannya mengenai beberapa jenis makanan dan minuman yang mengandung lemak babi. Iba Keadaan tersebut kemudian berdampak pada stabilitas ekonomi secara nasional yang nyaris lumpuh. Kemudian pada tahun 1989, Majelis Ulama Indonesia mengadakan pertemuan untuk membicarakan masalah itu. Waktu itu MUI memutuskan untuk terjun langsung menangani masalah tersebut karena dikhawatirkan akan terjadi heboh yang lebih besar. Dari latar belakang tersebut, MUI diminta untuk turun tangan dalam menentramkan umat dengan mendirikan Lembaga Pengkajian Pangan, Obata-obatan dan Kosmetika (LP POM), yaitu pada tanggal 6 Januari 1989. Adapun tujuan diadakannya SERTIFIKASI HALAL pada produk makanan adalah untuk mencapai ketentraman batin masyarakat dalam konsumsi makanannya sesuai dengan imannya, sehingga dapat menunjang kelancaran dan kestabilan pembangunan nasional. Demikian juga dengan adanya sertifikasi halal membuat produsen makanan tidak akan dirugikan, justru akan lebih terjamin kelangsungan usahanya.
Sementara di mancanegara, urusan makanan yang akan kita konsumsi memang penting. Kadang kala saking pentingnya, yang pertama kita perhatikan bila tiba di sebuah daerah baru, adalah masalah yang satu ini. Khususnya bagi umat islam, yang mana masalah ini tidak cuma berkaitan dengan kenyang-laparnya perut, tapi juga selalu terkait erat dengan kebersihan spiritualitas kita. Namun, kita tidak perlu terlalu khawatir karena takut kesulitan mencari makanan yang halal ketika berada di luar negeri. Sebab, akhir-akhir ini di mancanegara pun sudah cukup banyak tersedia makanan yang bertanda halal maupun yang bersetifikat (berlabel) halal.
G. Label Halal Melindungi Konsumen Muslim
Sebagai konsumen yang menduduki peringkat mayoritas, umat islam harus terlindungi bahan pangannya dari pencemaran bahan-bahan haram, baik bahan utama maupun bahan aditif dalam proses pengolahannya. Karena bagaimana pun masalah halal lebih terfokus pada hubungan langsung antara manusia dengan Tuhannya, yang tidak boleh ditutupi hanya untuk kepentingan praktis, seperti kepentingan politik, ekonomi, bisnis, stabilitas dan lain-lain yang belum jelas kecenderungannya. Namun, perlindungan atau tanggung jawab pribadi-pribadi. Sehingga apabila konsumen mengetahui keadaan yang sebenarnya otomatis menjadi tanggung jawab masing-masing. Karena kekuatan sertifikasi halal hanya untuk melindungi konsumen muslim agar terlindung dari produk makanan dan minuman haram (secara dzatiyahnya), sedangkan secara ghairu dzatiyah (di luar substansinya) tidak dapat dipenuhi secara kelembagaan.
H. Pentingnya Memakan Makanan yang Halal dan Bergizi
Maksud Allah menekankan perintah pentingnya memakan makanan yang bergizi di samping halal adalah karena untuk kebaikan manusia itu sendiri. Makanan bergizi merupakan makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia untuk memperoleh kualitas kesehatan yang baik. Dan kesehatan yang baik berarti sangat berpengaruh terhadap kualitas akal dan rohaninya. Untuk itulah, konsumsi makanan yang bergizi dalam kadar yang cukup untuk menjaga keseimbangan kita menjadi keharusan agama. Keseimbangan mental yang didukung oleh kualitas kesehatan tubuh kita akan meningkatkan kesalehan ritual dan sosial.
I. Manfaat Makanan yang Halal Bagi Kesehatan, Keimanan, dan Perilaku Manusia
Ajaran Allah yang mengharuskan kita untuk selalu menjaga kehalalan pangan yang kita konsumsi sudah pasti mengandung berbagai maksud dan manfaat. Di samping karena alasan yang bersifat lahir (yaitu menjaga keseimbangan kesehatan dan tubuh), juga mengandung hikmah-hikmah batin yang tidak semuanya bisa disentuh oleh kemampuan akal manusia. Manfaat yang bisa dirasakan secara langsung dari makanan halal terhadap kesehatan, keimanan, dan perilaku antara lain adalah menjaga keseimbangan jiwa manusia yang hakikatnya suci (fitrah) sebagaimana baru dilahirkan di dunia, menumbuhkan sikap juang yang tinggi dalam menegakkan ajaran Allah dan Rasul-Nya di bumi, dapat membersihkan hati dan menjaga lisan dari pembicaraan yang tidak perlu, dan menumbuhkan kepercayaan diri di hadapan Allah.
J. Bahaya Makanan yang Diperoleh dari Cara yang Haram
Allah SWT dengan sangat tegas sudah melarang kepada kaum muslimin untuk tidak sekali-sekali memakan sesuatu yang diperoleh dari cara haram. Namun demikian, ada beberapa masalah yang dianggap mendapat perhatian yang serius dalam ajaran islam, sementara masalah itu hampir-hampir membudaya di lingkungan masyarakat kita, yaitu makan hasil riba, makan harta anak yatim yang diambil dengan cara batil, dan makan hasil korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Semua itu janganlah sekali-sekali dilakukan, karena makanan yang dihasilkan dari cara yang tidak halal akan berakibat buruk di akhirat kelak.
K. Hikmah dan Manfaat yang Terkandung Di Balik Semua Aturan Allah
Dalam doktrin islam, bahwa keharaman dan kehalalan sesuatu secara substansinya itu merupakan otoitas mutlak yang dipunyai oleh Allah SWT yang tidak boleh diotak-atik akal manusia yang terbatas. Manusia hanya boleh menduga-duga maksud hakiki dari Syar’i (Allah) tanpa harus menyimpulkan secara mutlak. Jadi kita harus menerima apa-apa yang sudah ditentukan oleh Allah SWT, baik berupa perintah maupun larangan. Hal ini disebabkan apa yang disyari’atkan Allah kepada manusia adalah untuk kebaikan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, apabila manusia melanggar hukum Allah, pasti akan mendapatkan dampak negatif dari pelanggarannya itu.
Mengingat pentingnya konsumsi yang halal bagi manusia, dan harapan Allah agar manusia selalu dalam kerohanian baik secara jasmani dan rohani, maka islam memberikan perhatian dan peringatan keras terhadap kaum muslim agar tidak mengkonsumsi makanan atau minuman yang haram.
L. Kesimpulan
Dari hasil analisis mengenai konsep makanan halal dan haram yang dibahas di buku ini, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa di kalangan umat islam, permasalahan makanan masih dianggap sebagai sesuatu yang sekuler. Sehingga tidak jarang sebagian dari kita menempatkan makanan sebagai sesuatu persoalan yang dianggap tabu untuk dibicarakan. Yang lebih parah, penduduk muslim Indonesia sejak berdirinya negeri ini sampai sekarang, terlalu sering menjadi objek permainan perdagangan bagi para kapitalis yang hanya mementingkan pihak mereka dan tanpa memikirkan perasaan keberagaman mayoritas penduduknya. Muslim Indonesia sudah lama kehilangan pijakan dalam menentukan kehalalan makanan atau minuman yang akan dikonsumsi. Oleh sebab itu, sudah banyak peristiwa dan kasus penipuan yang terjadi berkaitan dengan hak-hak konsumen muslim yang paling asasi, seperti terjadinya kasus lemak babi, kasus kratingdaeng, kasus daging babi, permen narkoba, kasus ayam bangkai, dan lain-lain.
Lebih-lebih sebagai muslim, makan dan minum juga harus mengikuti kaidah-kaidah islami, agar pemenuhan kebutuhan ini memperoleh multiguna, yaitu terpenuhinya kebutuhan biologis-badan selamat, terhindar dari penyakit akibat salah makan atau over dosis (kelebihan makan) sekaligus berfungsi sebagai aktivitas ibadah yang diridhai Allah. Di dalam islam, makanan juga merupakan tolak ukur dari segala cerminan penilaian awal yang bisa mempengaruhi berbagai bentuk perilaku seseorang. Makanan bagi umat islam tidak hanya sekedar sarana pemenuhan bagian dari kebutuhan secara lahiriyah, tapi juga kebutuhan spiritual yang mutlak.
Sebagai konsumen yang menduduki peringkat mayoritas, umat islam harus terlindungi bahan pangannya dari pencemaran bahan-bahan haram, baik bahan utama maupun bahan aditif dalam proses pengolahannya. Oleh karena itu, munculah keinginan untuk melakukan sertifikasi halal terhadap semua produk makanan dan minuman yang dikonsumsi masyarakat. Adapun tujuan diadakannya SERTIFIKASI HALAL pada produk makanan adalah untuk mencapai ketentraman batin masyarakat dalam konsumsi makanannya sesuai dengan imannya, sehingga dapat menunjang kelancaran dan kestabilan pembangunan nasional. Demikian juga dengan adanya sertifikasi halal membuat produsen makanan tidak akan dirugikan, justru akan lebih terjamin kelangsungan usahanya.
Oleh sebab itu, mengingat pentingnya konsumsi yang halal bagi manusia, dan harapan Allah agar manusia selalu dalam kerohanian baik secara jasmani dan rohani, maka islam memberikan perhatian dan peringatan keras terhadap kaum muslim agar tidak mengkonsumsi makanan atau minuman yang haram.
BAB III
ANALISIS BUKU
A. Dampak Budaya Global yang Serba Modern dan Teknologis
Saya setuju dengan pernyataan penulis, bahwa budaya global yang mengalami perkembangan dahsyat itu telah membawa dunia pada keadaan yang tanpa batas (The Boundless of The World), karena semua peradaban di belahan bumi mana pun pasti akan terimbas oleh percepatan perubahan budaya global tersebut. Budaya global itu telah mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan manusia di dunia ini, seperti makanan, pakaian, dan hiburan. Budaya itu telah menggambarkan kepada kita, bahwa manusia haus dan lapar bukan kembali pada pijakan yang bersifat alami yang mutlak diperlukan oleh setiap makhluk hidup. Akan tetapi manusia haus dan lapar lebih pada “konsumtifisme”. Tindakan membeli dan mengkonsumsi telah menjadi tujuan irasional dan kompulsif, karena tujuannya terletak pada membeli dan sandaran trend itu sendiri, tanpa adanya hubungan sedikit pun dengan manfaatnya atau kesenangan dalam membeli dan mengkonsumsi barang-barang.
B. Kasus-kasus Penipuan Makanan
Saya setuju dengan pernyataan penulis, bahwa penduduk islam di Indonesia ini terlalu sering menjadi objek permainan perdagangan bagi para kapitalis, sehingga muslim Indonesia sudah lama kehilangan pijakan dalam menentukan kehalalan makanan atau minuman yang akan dikonsumsi. Bahkan di Indonesia pun sudah sering terjadi kasus-kasus penipuan konsumen. Berbeda dengan negara tetangga kita, Malaysia dan Singapura. Di Malaysia, masalah halal menjadi tanggung jawab pemerintah, selain itu masyarakatnya pun mendukungnya melalui kesadaran yang tinggi akan pentingnya mengkonsumsi makanan halal. Sedangkan di Singapura, meskipun muslim di sana minoritas, tetapi mereka mampu menjadi salah satu pelopor perdagangan “halal food” di Asean. Oleh karena itu, sebenarnya Indonesia pun bisa seperti kedua negara tersebut, asalkan ada kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat yang baik. Pemerintah yang bertanggung jawab dan masyarakat yang memiliki kesadaran yang kuat.
C. Makanan Sebagai Faktor yang Paling Dominan dalam Mempengaruhi Munculnya Berbagai Jenis Penyakit
Saya setuju dengan pernyataan penulis, bahwa makanan itu merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi munculnya berbagai penyakit. Karena berdasarkan sabda Rasulullah SAW bahwa “Segala jenis penyakit itu berawal dari perut”. Oleh karena itu, kita harus mencermati segala bentuk makanan dan minuman yang masuk ke dalam perut kita. Mengingat di Indonesia, masalah makanan belum mendapat perhatian yang serius dari pemerintah, maka kita sendirilah yang harus bisa mengontrol sendiri makanan yang akan kita konsumsi.
D. Makanan Menjadi Amal Ibadah
Saya setuju dengan pernyataan penulis, bahwa islam tidak menganggap persoalan makan hanya sebagai persoalan dunia saja, tetapi juga sebagai ibadah. Pada hakikatnya, manusia diciptakan oleh Allah hanya untuk beribadah kepada-Nya. Oleh karena itu, kita, sebagai seorang muslim diharuskan mengikuti tata cara dan budaya yang diridhai oleh Allah, seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Karena tolak ukur dari semua tingkah laku dan budaya umat islam adalah Rasulullah SAW, bukan simbol keunggulan seseorang atau budaya yang didasarkan pada ajaran hawa nafsu.
Padahal kalau kita kaji dan kita letakkan pada tatanan nilai yang tepat, budaya mkan dan minum seseorang itu terdapat korelasi yang sangat menonjol terhadap akhlak. Di samping faktor kehalalan makanan atau minumannya, tata cara dan budaya bersantap juga mencerminkan budaya kehidupan kita.
E. Makanan Dapat Mempengaruhi Berbagai Bentuk Perilaku Seseorang
Makanan mempunyai pengaruh yang dominan bagi orang yang memakannya.Makanan yang dimakan itu mempengaruhi diterima dan tidaknya amal shalih seseorang. Hal ini tentunya cukup membuat kita memberikan perhatian yang serius dan berhati-hati dalam permasalahan ini. Makanan yang halal dan bersih akan membentuk jiwa yang suci dan jasmani yang sehat. Sedangkan makanan yang haram akan membentuk jiwa yang keji dan hewani.
Saya setuju dengan pernyataan penulis, bahwa dalam islam, makanan merupakan tolak ukur dari segala cerminan penilaian awal yang bisa mempengaruhi berbagai bentuk perilaku seseorang. Misalnya saja, dengan kita selalu menjaga kehalalan makanan, hal itu dapat menjaga keseimbangan jiwa kita yang hakikatnya suci (fitrah), membersihkan hati, menjaga lisan dari pembicaraan yang tidak perlu, dan juga menumbuhkan kepercayaan diri di hadapan Allah. Sedangkan dampak dari mengkonsumsi makanan haram, seseorang akan mempunyai mempunyai kecenderungan untuk selalu melakukan dosa yang semakin jauh dari tuntunan Ilahi, seperti sering berbuat keonaran, kerusuhan, dan keributan. Akibatnya, ia semakin terbenam dalam kebiasaan-kebiasaan yang dibimbing oleh hawa nafsu. Mudah-mudahan hal ini membuat kita lebih berhati-hati.
F. Pemakaian Sertifikat Halal Pada Produk Makanan
Saya setuju dengan pernyataan penulis, bahwa sertifikasi halal di Indonesia muncul karena keinginan umat islam Indonesia yang terlalu sering dijadikan bulan-bulanan oleh para produsen makanan. MUI sebagai badan yang mewakili umat islam Indonesia mengeluarkan sertifikasi halal dengan tujuan untuk memberikan penjelasan yang dapat dipertanggung jawabkan secara hukum dan moral kepada konsumen muslim, bahwa makanan itu halal untuk dikonsumsi. Saya pun setuju dengan pernyataan bahwa di mancanegara sudah cukup banyak tersedia makanan yang bertanda halal maupun yang bersertifikat. Contohnya saja seperti di Austria, Inggris, Singapura, Malaysia, Australia, Amrika Serikat, Jerman, dan Italia.
G. Label Halal Melindungi Konsumen Muslim
Saya setuju dengan pernyataan penulis, bahwa label halal melindungi konsumen muslim, karena label halal dalam suatu produk makanan menjadi sangat urgen dalam era teknologi pangan yang sangat canggih. Adanya label halal yang dikeluarkan secara hati-hati dan ketat dalam suatu produk makanan tidak saja memberikan kemudahan bagi konsumen dalam memilih status kehalalannya, namun juga dapat mendorong terciptanya iklim ketentraman batin yang bisa meningkatkan semangat spiritualisme massal dalam sebuah negara.
H. Pentingnya Memakan Makanan yang Halal dan Bergizi
Saya setuju dengan pernyataan penulis, bahwa permasalahan halal dan haram sangat penting sekali bagi seorang muslim. Hal ini ditunjukkan langsung dengan pengaitan Allah SWT antara makanan yang baik dengan amal shalih dan ibadah. Di dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Muslim dan yang lainnya, dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah Saw bersabda : "Sesungguhnya Allah SWT itu baik, tidak menerima kecuali yang baik dan bahwa Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin dengan apa yang diperintahkannya kepada para rasul."
Sesungguhnya perintah Allah yang menekankan kita untuk memakan makanan yang bergizi di samping halal adalah untuk kebaikan kita sendiri. Itu menandakan bahwa Allah begitu sayang dengan kita. Kalau Allah begitu sayang kita, mengapa kita tidak mau menyayangi diri kita sendiri dengan memakan makanan yang halal dan bergizi. Makanan bergizi juga merupakan makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita untuk memperoleh kualitas kesehatan yang baik.
Setelah mengetahui yang dihalalkan Allah adalah semua yang baik dan sebaliknya yang diharamkan semuanya pasti buruk, apalagi yang menjadi halangan menghindari yang haram dan hanya mengambil yang halal saja? Tinggal kita laksanakan saja perintah Allah untuk memakan yang halal dan baik dan tidak mengikuti jejak dan ajakan setan yang mengajak kepada keburukan dan kesengsaraan. Karena hal ini merupakan wujud syukur kita kepada Allah yang telah memberikan rizki-Nya yang luas dan banyak.
I. Manfaat Makanan yang Halal Bagi Kesehatan, Keimanan, dan Perilaku Manusia
Saya setuju dengan pernyataan penulis, bahwa Ajaran Allah yang mengharuskan kita untuk selalu menjaga kehalalan pangan yang kita konsumsi sudah pasti mengandung berbagai maksud dan manfaat, karena Allah adalah Tuhan kita yang mengatur segala urusan. Manfaat dari mengkonsumsi makanan halal itu dapat dirasakan baik bagi kesehatan, keimanan, dan juga perilaku kita.
Sebenarnya asal hukum segala jenis makanan, baik dari hewan, tumbuhan, laut, maupun daratan adalah halal sampai ada dalil yang mengharamkannya. Tidak boleh bagi seorang pun mengharamkan suatu makanan kecuali berlandaskan dalil dari Al-Quran dan hadits yang shahih. Apabila seseorang mengharamkan tanpa dalil, maka dia telah membuat kedustaan kepada Allah, Tuhan semesta alam. Karena asal hukum makanan adalah halal, maka Allah tidak merincinya dalam Al-Quran. Lain halnya dengan makanan haram, Allah telah merincinya secara detail dalam Al-Quran atau melalui lisan Rasul-Nya yang mulia.
J. Bahaya Makanan yang Diperoleh dari Cara yang Haram
Saya setuju dengan pernyataan penulis, bahwa di Indonesia sudah mulai membudaya cara-cara haram dalam memperoleh makanan, seperti dengan cara riba, merebut harta anak yatim, korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), mencuri, merampok, dan lain-lain. Padahal Indonesia merupakan negara yang mayoritas umat muslimnya lebih banyak dibandingkan negara lain. Oleh sebab itu, islam sangat keras melarang umatnya untuk memperoleh harta-harta dengan cara yang tidak halal dan dzalim, karena akibatnya akan dirasakan kembali oleh pelakunya tersebut.
K. Hikmah dan Manfaat yang Terkandung Di Balik Semua Aturan Allah
Saya setuju dengan pernyataan penulis, bahwa semua perintah dan larangan Allah itu mempunyai maksud dan hikmah di dalamnya, yakni untuk kebaikan manusia itu sendiri. Jika kita sebagai manusia melanggar hukum Allah, maka kita harus siap mendapatkan dampak negatif dari pelanggarannya itu. Seperti misalnya, Mengapa Allah mengharamkan kita untuk meminum segala sesuatu yang memabukkan? Mengapa Allah mengharamkan babi dan keturunannya? Mengapa hewan itu harus disembelih dahulu? dan lain sebagainya. Semuanya itu memiliki maksud dan hikmahnya, dan tugas kita sebagai khalifah di muka bumi ini adalah mencari hikmah dari hukum Allah tersebut.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil analisis terhadap buku “BAHAYA MAKANAN HARAM, Bagi Kesehatan Jasmani dan Kesucian Rohani” serta pembahasan bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan buku ini hanyalah paparan mengenai konsep makanan yang halal dan yang haram dalam islam. Akan tetapi, buku ini tidak akan berguna kecuali jika kita mengamalkannya. Oleh karena itu, sangat disarankan bagi seorang muslim untuk memahami konsep makanan dalam islam, agar di tengah budaya konsumerisme ini umat islam lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan. Sebab sudah banyak kasus penipuan yang terjadi berkaitan dengan masalah makanan, terutama di Indonesia, seperti kasus lemak babi, daging babi, ayam bangkai, kratingdaeng, dan sebagainya. Buku ini sangat baik untuk dibaca, karena dapat menunjang pemahaman kita mengenai fungsi makanan yang bermanfaat bagi kesempurnaan kebutuhan fisik dan psikis, agar peribadatan kita tetap berjalan dengan lancar dan baik.
B. REKOMENDASI
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai buku ini, berikut merupakan saran yang dapat penulis sampaikan.
1. Bagi Penulis
Dari hasil analisis dan pembahasan, buku ini ditulis dengan bahasa yang lugas dan mudah dimengerti sehingga siapa saja yang membacanya dapat memahaminya. Di dalam buku ini pun tidak ditemukan kejanggalan-kejanggalan, baik dalam penulisannya maupun dalam pembahasan isi buku ini. Namun, pembahasan yang sudah ada terlalu panjang lebar dan masih kurang terperinci. Oleh karena itu, penulis memberikan rekomendasi kepada pihak penulis buku, agar pada penulisan buku yang berikutnya disertakan pembahasan-pembahasan yang lebih terperinci dan tidak terlalu panjang lebar, sehingga pembahasannya lebih jelas dan para pembacanya pun menjadi lebih cepat memahami isi buku tersebut. Tidak lupa juga untuk menambahkan dalil-dalil yang mendukung pembahasannya agar para pembaca menjadi lebih yakin lagi mengenai pembahasan isi buku tersebut.
2. Bagi Pembaca
Dari hasil analisis dan pembahasan, buku ini mengupas tentang konsep makanan yang halal dan yang haram dalam islam ditinjau dar aspek zahiri dan lahiri menjadi penting. Karena sebagaimana kita telah mengetahui bahwa umat islam sekarang hanya tahu apa yang halal itulah yang harus dimakan, padahal sebenarnya konsep islam tidak sesederhana itu. Oleh karena itu, penulis memberikan rekomendasi kepada para pembaca, khususnya bagi umat muslim untuk memahami konsep makanan dalam islam, agar di tengah budaya konsumerisme ini umat islam lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan. Karena sekarang ini sangat banyak makanan yang masih kabur kehalalannya, atau masih dipandang halal disebabkan kajian lahirnya saja padahal mengandung dampak yang serius. Untuk itulah, buku ini sangat baik dibaca oleh siapapun untuk menunjang pemahaman fungsi makanan bagi kesempurnaan kebutuhan fisik dan psikis, agar peribadatan kita dapat berjalan dengan baik tanpa halangan suatu apapun.
3. Bagi Penganalisis Buku Selanjutnya
Dari hasil analisis dan pembahasan, buku ini sudah cukup menjelaskan mengenai konsep makanan yang halal dan yang haram. Namun, penulis memberikan rekomendasi kepada penganalisis selanjutnya, agar lebih banyak membaca referensi-referensi yang mendukung analisis terhadap buku ini.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Asyhar, Thobieb. 2002. Bahaya Makanan Haram Bagi Kesehatan Jasmani dan Kesucian Rohani. Jakarta : PT. Almawardi Prima.
Syamhudi, Ustadz Kholid. 2008. Dampak Buruk Makanan Haram Bagi Seorang Muslim. (http://www.UstadzKholid.com, diakses 31 Maret 2009).
Yusuf, Abu Ubaidah. 2008. Indahnya Fiqih Praktis Makanan. Jakarta: Pustaka Al-Furqan.