Senin, 23 Agustus 2010

LUPA

Lupa merupakan istilah yang sangat populer di masyarakat. Dari hari ke hari dan bahkan setiap waktu pasti ada orang-orang tertentu yang lupa akan sesuatu. Entah hal itu tentang peristiwa atau kejadian di masa lampau atau sesuatu yang akan dilakukan, mungkin juga sesuatu yang baru saja dilakukan.
Lupa adalah fenomena psikologis, suatu proses yang terjadi di dalam kehidupan mental. Fenomena lupa dapat terjadi pada siapapun juga. Tak peduli apakah orang itu anak-anak, remaja, orang tua, guru, pejabat, profesor, petani dan sebagainya.
Di sisi lain, manusia tidak bisa memusatkan seluruh energinya kepada semua hal. Ada hal-hal yang pasti terlepas dari perhatian. Wilhelm Wundt, mengatakan bahwa hanya sebagian kecil dari persepsi umum (black felt) yang bisa masuk titik perhatian (blick punkt). Ia juga berpendapat bahwa mental itu aktif dan aktivitas mental itulah yang mengarahkan pusat-pusat perhatian manusia. Hal-hal yang menjadi pusat perhatian akan mudah dilupakan. Sementara itu, manusia juga punya kecenderungan untuk merekonstruksi hal-hal yang dilupakan.
Metabolisme otak tidak memungkinkan semua jejak ingatan itu tersimpan terus dengan sempurna, melainkan berangsur-angsur akan menghilang. Tetapi ketika orang yang bersangkutan diminta untuk mengingat kembali hal-hal yang sudah mulai terlupakan sebagian itu, manusia cenderung untuk menyempurnakan sendiri bagian-bagian yang terlupa tersebut dengan cara mengkreasikan sendiri detil-detil cerita itu. Akibatnya, sebuah cerita tentang suatu peristiwa yang pernah disaksikan oleh seseorang akan berubah-ubah dari masa ke masa. Makin lama jarak waktu antara kejadian awal dengan saat bercerita, maka makin banyak perubahannya.
Di sekolah, para guru memandang lupa sebagai gejala yang menyedihkan, yang seharusnya tidak ada, namun mau tidak mau harus dihadapi. Mungkin saja ada guru yang frustasi, karena anak didik yang sering lupa akan bahan pelajaran yang sudah diajarkan. Anak didik sebenarnya sangat tidak ingin kelupaan itu datang menderanya. Lupa dipandang sebagai ”musuh besar” yang harus disingkirkan sejauh mungkin. Lupa merupakan peristiwa yang memilukan dan menyeret anak didik ke jurang kemalangan nasib. Resah dan gelisah mendera jiwanya dalam kebingungan. Dalam belajar, lupa kerapkali dialami dalam bidang belajar kognitif, di mana anak didik harus banyak ”belajar verbal”, yaitu belajar yang menggunakan bahasa. Penjelasan guru secara verbal cenderung mudah terlupakan, kecuali bila dalam menjelaskan sesuatu hal itu lebih mendekati kenyataan. Oleh karena itu, berbagai upaya harus dilakukan untuk menekan sekecil mungkin lupa setelah melakukan aktivitas belajar.
Lantas, mengapa kita lupa? Padahal kita memiliki kemampuan menyimpan informasi luar biasa melalui ”komputer otak”. Jutaan informasi telah direkam dan diserap oleh komputer otak. Akan tetapi, mengapa kita tetap saja bisa lupa? Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang lupa terhadap sesuatu yang pernah dialami, di antaranya adalah karena tidak pernah melatih atau mengingat lagi informasi sehingga menjadi lupa, karena adanya gangguan dari informasi baru yang masuk ke dalam ingatan terhadap informasi yang telah tersimpan di situ, seolah-olah informasi yang lama digeser dan kemudian lebih sukar diingat, karena disebabkan oleh represi atau tekanan dari luar, dan sebagainya.
Di samping itu, perlu diketahui juga bahwa hilangnya informasi dari ingatan jangka pendek disebabkan oleh dua hal, yaitu karena gangguan dan waktu. Mengingat hal-hal yang baru dapat mengganggu mengingat hal-hal yang lama. Pada waktu tertentu, kemampuan ingatan jangka pendek yang terbatas itu penuh dengan informasi-infromasi baru, sehingga hilanglah ingatan jangka pendek karena lamanya waktu. Semakin lama informasi di dalam ingatan jangka pendek semakin melemah keadaannya dan akhirnya hilang lenyap tak berbekas.
Informasi yang hilang dari ingatan jangka pendek itu benar-benar lenyap. Tetapi informasi yang tersimpan dalam ingatan jangka panjang tidak pernah hilang dan selalu dapat diingat kembali asalkan kondisinya tepat. Freud pernah mengatakan bahwa kadang-kadang secara sengaja kita melupakan atau menekan informasi atau pengetahuan tertentu yang tidak diinginkan untuk diingat-ingat. Tetapi hal ini tidak dapat menjelaskan mengapa pengalaman-pengalaman yang tidak (kurang) menyenangkan teringat dan terbayang-bayang secara jelas. Sedangkan pengalaman-pengalaman lain yang menyenangkan atau yang netral justru dilupakan.
Meskipun lupa itu manusiawi, akan tetapi kaum terpelajar tidak mau bersahabat dengannya. Sebab, sangat tidak menguntungkan dengan sedikit nilai kebaikannya. Siapa pun tidak akan mampu membendung kehadiran lupa secara keseluruhan. menghilangnya juga suatu hal yang mustahil. Mengurangi proses terjadinya lupa adalah suatu upaya yang masuk akal dan dapat dipercaya kebenarannya.
Pada prinsipnya, lupa dapat dicegah sekecil mungkin bila materi pelajaran yang guru sajikan kepada anak didik dapat ”diserap”, ”diproses”, dan ”disimpan” dengan baik oleh sistem memori anak didik. Lalu, kiat apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi peristiwa lupa itu?
Kiat terbaik untuk mengurangi lupa adalah dengan cara meningkatkan ”daya ingat akal anak didik”. Hal itu di antaranya: dengan menambah alokasi waktu belajar atau menambah frekuensi aktivitas belajar (extra study time), selalu melatih ingatan dengan menggali kembali informasi-informasi lama dari ingatan, dan dengan mengaplikasikan informasi yang kita dapatkan ke dalam kehidupan sehari-hari pun diakui dapat mengurangi lupa.
Selain itu, minat dan motivasi juga dapat mengurangi terjadinya lupa. Contohnya saja, dalam pengalaman sehari-hari, kita sering mengamati remaja yang tidak lupa suatu lirik lagu walaupun dalam bahasa asing. Kemudian, orang-orang yang sering bepergian pun mempunyai ingatan tentang ilmu bumi yang jauh lebih baik dibandingkan orang yang tidak pernah kemana-mana. Artinya, di sini seseorang yang mengingat segala sesuatu tentang hal-hal yang disukainya jauh lebih baik dari pada hal-hal yang tidak disukainya. Dengan demikian, jelaslah minat sangat meningkatkan motivasi dan pada gilirannya akan meningkatkan daya ingat. Menurut Kurt Lewin, seorang psikolog Jerman, minat dan motivasi berarti konsentrasi energi (forces) pada sektor (region) tertentu dalam kesadaran. Konsentrasi energi inilah yang menyebabkan suatu hal tidak begitu saja dilupakan.
Usaha-usaha untuk mengurangi lupa tersebut dapat dilakukan oleh anak didik dan guru. Hal itu didasarkan pada suatu keyakinan bahwa usaha-usaha mengurangi lupa tidak semata-mata terpulang pada cara-cara belajar yang baik di pihak anak didik saja, tetapi juga berhubungan dengan cara mengajar yang baik di pihak guru. Oleh karena itu, tulisan ini semoga dapat membantu kita untuk dapat meminimalisir terjadinya lupa.

Sumber:
Djamarah, Saiful Bahri. (2008). Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Syarifudin, Tatang. (2008). Pedagogik Teoritis Sistematis.Bandung: Percikan Ilmu
Makmun, Abin Syamsuddin. (2007). Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar